Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut |
Kebakaran hutan/lahan gambut secara nyata menyebabkan terjadinya
degradasi/rusaknya lingkungan, gangguan terhadap kesehatan manusia
dan hancurnya sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. |
||||
Terdegradasinya kondisi lingkungan |
Dampak kebakaran akan menyebabkan : |
|||
* |
Penurunan kualitas fisik gambut. Diantaranya penurunan porositas
total, penurunan kadar air tersedia, penurunan permeabilitas dan
meningkatnya kerapatan lindak. Dampak kebakaran terhadap sifat
fisik tanah selain ditentukan oleh lama dan frekuensi terjadinya
kebakaran, derajat kerusakan/dekomposisi yang ditimbulkan, juga
akibat dari pemanasan yang terjadi di permukaan yang dipengaruhi
oleh ketersediaan bahan bakar. Salah satu bentuk nyata akibat adanya
pemanasan/kebakaran pada bagian permukaan adalah adanya penetrasi
suhu ke bawah permukaan, hal ini akan lebih parah lagi jika apinya
menembus lapisan gambut yang lebih dalam. Meningkatnya suhu
permukaan sebagai akibat adanya kebakaran yang suhunya dapat
mencapai lebih dari 1000°C akan berakibat pula pada meningkatnya suhu di bawah permukaan (gambut), sehingga akibatnya tidak sedikit
pula gambut yang terbakar. Dengan terbakarnya gambut maka jelas
akan terjadi perubahan yang signifikan pada sifat fisik maupun kimianya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lahan milik masyarakat
di desa Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau (Saharjo, 2003),
menunjukkan bahwa kebakaran yang terjadi pada gambut tipe saprik
telah merusak gambut dengan ketebalan 15,44 - 23,87 cm, pada gambut
tipe hemik dengan ketebalan 6,0 – 12,60 cm dan tidak ditemukan
gambut terbakar pada tipe gambut fibrik. |
* |
Perubahan sifat kimia gambut. Dampak kebakaran terhadap sifat kimia
gambut juga ditentukan oleh tingkat dekomposisinya serta ketersediaan
bahan bakar di permukaan yang akan menimbulkan dampak pemanasan
maupun banyaknya abu hasil pembakaran yang kaya mineral.
Perubahan yang terjadi pada sifat kimia gambut, segera setelah
terjadinya kebakaran, ditandai dengan peningkatan pH, kandungan Ntotal,
kandungan fosfor dan kandungan Basa total (Kalsium, Magnesium,
Kalium, Natrium) tetapi terjadi penurunan kandungan C-organik. Namun
peningkatan tersebut hanya bersifat sementara karena setelah beberapa
bulan paska kebakaran (biasanya sekitar 3 bulan) maka akan terjadi
perubahan kembali sifat kimia gambut, yaitu : terjadi penurunan pH,
kandungan N-total, kandungan fosfor dan kandungan Basa total
(Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium). Perubahan kualitas sifat kimia gambut setelah terjadinya kebakaran dipengaruhi oleh banyaknya abu
yang dihasilkan dari pembakaran, drainase, adanya gambut yang rusak,
berubahnya penutupan lahan serta aktivitas mikroorganisme. Perubahan
ini selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi di atasnya. |
* |
Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut karena mikroorganisme
yang mati akibat kebakaran. |
* |
Hilang/musnahnya benih-benih vegetasi alam yang sebelumnya
terpendam di dalam lapisan tanah gambut, sehingga suksesi atau
perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan
terganggu atau berubah dan akhirnya menurunkan keanekaragaman
hayati. |
* |
Rusaknya siklus hidrologi seperti menurunkan kemampuan intersepsi
air hujan ke dalam tanah, mengurangi transpirasi vegetasi, menurunkan
kelembaban tanah, dan meningkatkan jumlah air yang mengalir di
permukaan (surface run off). Kondisi demikian akhirnya menyebabkan
terjadinya sedimentasi dan perubahan kualitas air di sungai serta turunnya
populasi dan keanekaragaman ikan di perairan. Selain itu, kerusakan
hidrologi di lahan gambut akan menyebabkan banjir pada musim hujan
dan intrusi air laut pada musim kemarau yang semakin jauh ke darat. |
* |
Gambut menyimpan cadangan karbon , apabila terjadi kebakaran
maka akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai
salah satu gas rumah kaca, karbondioksida merupakan pemicu terjadinya
pemanasan global. Kebakaran hutan/lahan gambut akan menghasilkan
CO2 dan CO dan sisanya adalah hidrokarbon. Gas CO dihasilkan dari
pembakaran tidak sempurna dan sangat berperan sebagai penyumbang
emisi gas-gas rumah kaca yang akan menyebabkan terjadinya
pemanasan global. Disamping CO, peristiwa kebakaran hutan/lahan
gambut juga menghasilkan emisi partikel yang tinggi dan membahayakan
kesehatan manusia. Jumlah partikel yang dihasilkan dalam kebakaran
hutan/lahan gambut akan bersatu dengan uap air di udara, sehingga
terbentuklah kabut asap yang tebal dan berdampak luas. Berdasarkan
studi ADB, kebakaran gambut pada tahun 1997 di Indonesia
menghasilkan emisi karbon sebesar 156,3 juta ton (75% dari total emisi
karbon) dan 5 juta ton partikel debu, namun pada tahun 2002 diketahui
bahwa jumlah karbon yang dilepaskan selama terjadinya kebakaran hutan
dan lahan tahun 1997/1998 adalah sebesar 2,6 milyar ton. |
Gangguan terhadap kesehatan manusia |
Kebakaran hutan dan lahan 1997 di Indonesia telah menimbulkan asap
yang meliputi 11 (sebelas) propinsi terutama di Sumatera dan Kalimantan,
juga negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Filipina. Dampak timbulnya asap yang
berlebihan selama
kebakaran berlangsung
telah menimbulkan
berbagai penyakit
seperti, gangguan
pernapasan, asma,
bronchitis, pneumonia,
kulit dan iritasi mata. Di
Kalimantan Tengah
dilaporkan 23.000 orang
masyarakat yang
menderita penyakit
pernapasan, di Jambi
35.358 orang, di
Sumatera Barat 47.565
orang dan di kota Padang dilaporkan 22.650 orang. Secara keseluruhan lebih dari 20 juta
anggota masyarakat Indonesia yang terkena asap akibat kebakaran 1997
(Suratmo,1999). Dampak asap dari kebakaran harus dirasakan tiap tahun
[Box 3] karena kebakaran terjadi hampir tiap tahun di musim kemarau. |
Perubahan nilai sosial ekonomi |
Dampak langsung kebakaran bagi masyarakat yaitu hilangnya sumber mata
pencaharian masyarakat terutama bagi mereka yang masih menggantungkan
hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan). Ladang perkebunan dan lahan pertanian lain yang terbakar akan
memusnahkan semua tanaman, yang berarti produksi pertanian akan ikut
terbakar. Contoh kebakaran dan kemarau panjang di Indonesia tahun 1997/
1998, telah menyebabkan 450.000 ha sawah kekurangan air sehingga gagal
panen. Terbakarnya tanaman perkebunan dan juga karena kekeringan pada
lahan tanaman Kopi, Kelapa sawit, Karet, Coklat dan Tebu (gula) seluas
60.000 ha menyebabkan merosotnya produksi perkebunan. Pada saat
aktivitas subsisten dan aktivitas komersil masyarakat sekitar hutan/lahan
gambut terganggu, mereka akan mencari alternatif lain yang pada gilirannya mungkin juga akan menimbulkan
konsekuensi sekunder sosial dan
ekologis. Dampak kebakaran
terhadap masyarakat lokal
dirasakan sangat mendalam dan
mempengaruhi produktivitas
kerjanya. Kebakaran hutan/lahan
gambut sangat berdampak pada
pendapatan masyarakat lokal
karena komoditas yang
ditanamnya ikut musnah. |
Kehilangan tersebut menyebabkan penurunan jumlah uang yang diperoleh
oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Kondisi
demikian menyebabkan kelangkaan pangan karena kebun sebagai salah
satu penghasil pangan telah rusak/hancur. Peristiwa kebakaran hutan/
lahan gambut menimbulkan implikasi sosial/kejiwaan dan ekologi yang
serius. Dampak mendalam bagi masyarakat lokal, yaitu perasaan diabaikan
dan putus asa sering tidak mendapat perhatian. Masyarakat lokal merasa
sudah kehilangan banyak dan tidak menerima bantuan atau bahkan
pengakuan atas kehilangan itu. Dampak sosial budaya ini, jika diabaikan
akan menjadi potensi bagi munculnya konflik sosial yang serius (Tacconi,
2003). |
Produksi Kayu. Terbakarnya hutan pada hutan produksi (HPH/HPHTI)
menyebabkan banyak jenis pohon komersial yang terbakar hingga produksi
kayu akan menurun. Penurunan produksi kayu tidak hanya terjadi saat
periode kebakaran saja tetapi puluhan tahun sesudahnya pun produksi kayu
akan menurun dan ini akan membahayakan kelangsungan hidup dari industri
kayu seperti pabrik plywood, sawmill, pabrik kertas dan lain-lain. Transportasi. Salah satu dampak langsung dari asap (smoke) sebagai
hasil dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan akan menyebabkan
terhalangnya pandangan sehingga menggganggu aktivitas transportasi, baik
udara, darat maupun perairan sehingga kegiatan transportasi menurun sangat
tajam. Kecelakaan lalu lintas dengan mudah terjadi, sebagai contoh adalah
terjadinya tabrakan tanker, jatuhnya pesawat terbang maupun kecelakaan
kendaraan bermotor. Pada kebakaran yang terjadi pada tahun 1997 yang lalu telah terjadi pembatalan 313 penerbangan di Sumatera dan Kalimantan
yang menyebabkan kerugian sekitar 100 milyar rupiah pada perusahaan
penerbangan dan pelabuhan udara. |
Pariwisata. Industri pariwisata akan sangat terpengaruh oleh adanya asap
karena terganggunya lalu lintas transportasi dan masalah keselamatan.
Negara tetangga yang terkena pencemaran udara juga merasakan penurunan
pariwisata dan kesehatan masyarakat. Kebakaran tahun 1997/1998 telah
menurunkan wisata ke Indonesia hingga tinggal 3,7%. Kemerosotan wisata
ini akan juga menurunkan tingkat hunian hotel, pengunjung restoran dan
fasilitas wisata lainnya (Suratmo, 1999). |
Biaya Pemadaman. Biaya pemadaman kebakaran di hutan dan lahan
gambut sangatlah mahal terutama kalau menggunakan teknologi canggih,
seperti kapal terbang dan helikopter, pengeluaran ini tidak termasuk biaya
rehabilitasi paska kebakaran. Kebakaran di Indonesia tahun 1997/1998
tidak hanya mengerahkan seluruh tenaga/karyawan pengelola hutan tetapi
juga mengerahkan masyarakat luas, tentara dan polisi. |
Hubungan dengan Negara Tetangga. Terjadi protes dan tuntutan dari negara
tetangga yang merasa dirugikan karena terkena asap dari kebakaran hutan
dan lahan di Indonesia. Dalam hukum modern, pencemaran lintas batas
(transboundary haze pollution) dapat dikategorikan sebagai kejahatan
internasional, sehingga tidak mustahil dunia internasional dapat menerapkan
embargo atau boikot terhadap hasil hutan Indonesia apabila Indonesia tidak
mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Saharjo,2000). Kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1982/1983 telah
menghanguskan areal seluas 3,6 juta hektar, kejadian kebakaran hutan
dan lahan yang relatif besar ini kembali berulang pada tahun 1994 dan
tahun 1997/1998 yang masing-masing menghanguskan areal seluas 5,11
juta ha dan 10 juta ha. Terjadinya kebakaran hutan pada tahun 1997/1998
telah membuka mata dunia bahwa telah terjadi kesalahan besar dalam
pengelolaan hutan di Indonesia. Asap yang dihasilkan kebakaran hutan
dan lahan telah menyelimuti kawasan Asia Tenggara dan menyelimuti
beberapa kota besar seperti Kuala Lumpur dan Singapura, serta mengganggu
lalu lintas udara, laut maupun darat dan menyebabkan masalah kesehatan
yang serius. |
Artikel Terkait : |
Bentuk Struktur Organisaisi Badan Lingkungan Hidup Daerah . |